Kedua kata tersebut bermakna sama, yakni gerhana.
Namun kalangan Fuqaha’ memakai lafadz Kusuf (ﻛﺴﻮﻑ )
untuk gerhana matahari ( ﻛﺴﻮﻑ ﺍﻟﺸﻤﺲ )
dan lafadz Khusuf untuk gerhana bulan ( ﺧﺴﻮﻑ ﺍﻟﻘﻤﺮ ).
Dalam istilah Fuqaha’ Kusuf adalah peristiwa hilangnya sinar matahari baik sebagian atau keseluruhan pada siang hari karena terhalang posisi rembulan yang melintas di antara matahari dan bumi.
Sedangkan Khusuf adalah peristiwa hilangnya sinar rembulan baik sebagian atau keseluruhan karena terhalang bayangan bumi yang berada diantara matahari dan rembulan.
Fenomena gerhana matahari dan gerhana bulan merupakan fenomena alam yang menunjukkan kebesaran Allah swt.
“Shalat gerhana matahari disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah, sedangkan shalat gerhana bulan menurut pendapat yang kuat (rajih) pada tahun kelima Hijriyah bulan Jumadal Akhirah,” (Lihat Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri, Hasyiyatus Syeikh Ibrahim al-Baijuri , Indonesia, Darul Kutub al-Islamiyyah, 1428 H/2007 M, juz I, halaman 434).
“Menurut kesepakatan para ulama (ijma`) hukum shalat gerhana matahari dan gerhana bulan adalah sunah mu’akkadah. Akan tetapi menurut Imam Malik dan Abu Hanifah shalat gerhana bulan dilakukan sendiri-sendiri dua rakaat seperti shalat sunah lainnya,” (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab , Kairo, Darul Hadits, 1431 H/2010 M, juz VI, halaman 106).
Pendapat ini didasarkan pada firman Allah swt. yang artinya :
“Sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya ialah malam, siang, matahari, dan bulan. Jangan kalian bersujud pada matahari dan jangan (pula) pada bulan, tetapi bersujudlah kalian kepada Allah yang menciptakan semua itu, jika kamu hanya menyembah-Nya,”
(QS Fushilat [41]: 37).
dan juga hadits Nabi saw. yaitu :
“Sungguh, gerhana matahari dan bulan tidak terjadi sebab mati atau hidupnya seseorang, tetapi itu merupakan salah satu tanda kebesaran Allah ta’ala.
Karenanya, bila kalian melihat gerhana matahari dan gerhana bulan, bangkit dan shalatlah kalian,” (HR Bukhari-Muslim).
Shalat gerhana baik Kusuf maupun Khusuf dikerjakan dengan 2 rakaat, dapat dilaksanakan secara sendiri maupun berjamaah.
Yang afdhol dan lebih utama adalah dengan berjamaah.
Tata cara shalat gerhana baik shalat Kusuf maupun Khusuf
menurut para ulama ahli Fiqih dapat dilakukan dengan 3 cara, mulai dari tingkatan yang paling mudah hingga yang paling sempurna.
Cara pertama
Shalat gerhana dikerjakan seperti shalat sunnah 2 rakaat sebelum Shubuh. Yakni mengerjakan shalat gerhana sebagaimana shalat sunnah biasa. Ini merupakan cara yang paling mudah karena tidak ada perbedaan sama sekali dengan shalat-shalat sunnah lainnya.
Cara yang kedua
Dikerjakan sebanyak 2 rakaat dimana setiap raka’at shalat gerhana ada dua qiyam (berdiri), dua pembacaan Fatihah, dua ruku, dua i’tidal, dan dua sujud. Cara inilah yang biasanya banyak dikerjakan oleh umat Islam seperti di Indonesia.
Contoh praktek
1. Berniat sholat gerhana
• Bacaan niat shalat gerhana matahari :
Usholli Sunnatan Likusufisy Syamsi Rok’ataini (Imaman/ Ma’muman) Lillahi Ta’ala.
“Saya niat mengerjakan shalat sunnah gerhana matahari dua rakaat (Imam/ Makmum) karena Allah Ta’ala”.
•
Bacaan niat shalat gerhana bulan :
Usholli Sunnatan Likhusufil Qomari Rok’ataini (Imaman/ Ma’muman) Lillahi Ta’ala.
“Saya niat mengerjakan shalat gerhana bulan dua rakaat (Imam/ Makmum) karena Allah Ta’ala”
2. Takbiratul ihram
3. Membaca do’a istiftah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dan membaca surat
4. Kemudian ruku’
5. Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal)
6. Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat dari Al quran.
7. Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua)
8. Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal).
9. Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud kemudian sujud kembali.
10. Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama
11. Salam
Cara yang ketiga
Ini adalah merupakan cara yang paling sempurna, yaitu dengan mengerjakan shalat gerhana sama seperti cara yang kedua, tetapi dengan bacaan surat Quran yang lebih panjang, lama ruku, dan sujud yang juga lebih diperpanjang.
Contoh praktek
Raka’at pertama :
• Takbiratul Ihram diiringi dengan niat di dalam hati untuk mengerjakan shalat gerhana (kusuf atau khusuf),
• Membaca do’a iftitah, seperti do’a iftitah dalam shalat:
• Membaca ta’awwudz (‘Audzubillahi minasyaitanir rajim),
• Membaca surah al-Fatihah,
• Membaca surat al-Baqarah atau semisalnya setelah surat al-Fatihah,
• Ruku’ dan membaca tasbih. Pada Ruku’ pertama ini membaca Subhanarobbiyal ‘adzimi wa bihamdih atau semisalnya berulan-ulang, yang lamanya bacaan tasbih adalah seperti membaca 100 ayat dari surat al-Baqarah,
• I’tidal (bangun dari Ruku’),
• Membaca surat al-Fatihah lagi,
• Membaca surat Ali Imran atau surat al-Quran sebanyak 100 ayat setelah surat al-Fatihah,
• Ruku’ lagi dan membaca tasbih. Pada Ruku kedua ini lamanya bacaan tasbih adalah seperti membaca 80 ayat al-Qur’an,
• I’tidal (bangun dari Ruku) lagi, dan berthum’aninah,
• Sujud dan membaca tasbih.
Pada Sujud pertama ini lamanya bacaan tasbih adalah seperti membaca 100 ayat al-Qur’an,
• Duduk antara dua Sujud dan membaca do’a yang biasa dibaca di saat duduk dalam shalat serta tidak dipanjangkan do’anya,
• Sujud yang kedua dan membaca tasbih.
Pada Sujud kedua ini lamanya bacaan tasbih adalah seperti membaca 80 ayat al-Quran,
• Kemudian bangun untuk mengerjakan rakaat kedua.
Dengan begitu maka selesailah raka’at yang pertama.
Rakaat kedua :
• Membaca surat al-Fatihah,
• Membaca surat An-Nisa atau surat semisalnya sebanyak 150 ayat al-Qur’an setelah surat al-Fatihah,
• Ruku’ dan membaca tasbih.
Pada Ruku ketiga ini (Ruku’ pertama di rakaat kedua) lamanya bacaan tasbih adalah seperti membaca 70 ayat al-Qur’an,
• I’tidal (bangun dari ruku),
• Membaca surat al-Fatihah,
• Membaca surat Al-Maidah atau surat al-Quran sebanyak 100 ayat setelah surat al-Fatihah,
• Ruku’ dan membaca tasbih.
Pada Ruku’ keempat ini (Ruku’ kedua di rakaat kedua) lamanya bacaan tasbih adalah seperti membaca 50 ayat al-Qur’an,
• I’tidal (bangun dari ruku) dan berthum’aninah,
• Sujud dan membaca tasbih. Pada Sujud ketiga ini (Sujud pertama di rakaat kedua) lamanya bacaan tasbih adalah seperti membaca 70 ayat al-Qur’an,
• Duduk antara dua sujud dan membaca do’a yang biasa dibaca disaat duduk dalam shalat serta tidak dipanjangkan do’anya,
Sujud yang kedua dan membaca tasbih. Pada sujud keempat ini (Sujud kedua di rakaat kedua) lamanya bacaan tasbih adalah seperti membaca 50 ayat al-Qur’an,
• Duduk untuk Tahiyyat Akhir,
• Mengucap Salam ke kanan dan ke kiri.
KETENTUAN UMUM:
1. Memastikan terjadinya gerhana bulan atau matahari terlebih dahulu,
2. Waktu pelaksanaan shalat gerhana sejak terjadi gerhana hingga matahari/ rembulan muncul kembali. Apabila matahari/ rembulan sudah muncul kembali maka waktu pelaksanaan shalat gerhana sudah habis dan tidak disunnahkan qadla’.
3. Suci dari hadats (besar dan kecil) dan berwudhu sebelum shalat sebagaimana biasanya ketika akan shalat,
4. Disunnahkan mandi sebelum melakukan shalat gerhana sebagaimana shalat Jum’ah dan shalat ied,
5. Disunnahkan melakukan shalat gerhana secara berjamaah,
6. Tidak disunnahkan adzan dan iqamah, tetapi mengumandangkan kalimat: ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺟﺎﻣﻌﺔ (ash-Shalatu Jami’ah) sesaat sebelum melakukan shalat gerhana,
7. Jumlah rakaat shalat gerhana adalah 2 (dua) rakaat.
8. Setiap rakaat terdiri dari dua kali qiyam (berdiri), dua pembacaan Fatihah, dua ruku, dua i’tidal, dan dua sujud,
9. Dalam shalat gerhana matahari disunnahkan memelankan bacaan (israr) sebagaimana shalat yang dikerjakan pada siang hari, sedangkan dalam shalat gerhana rembulan disunnahkan mengeraskan bacaan (jahr),
10. Disunnahkan melakukan 2 (dua) khutbah setelah shalat gerhana sebagaimana khutbah shalat Jum’ah dan khutbah ied dalam rukun-rukunnya.
11. Disunnahkan memperbanyak dzikir, doa, istighfar dan sedekah.
Hikmah Dibalik Gerhana :
Pertama :
Keduanya merupakan tanda kebesaran dan kekuasaan Allah Ta’ala yang menciptakan alam semesta ini, menguasainya, serta mengaturnya. Tidak ada satupun yang dapat menghalangi Allah Ta’ala, ketika Allah Berkehendak untuk merubah aturan alam sebentar diluar kebiasaan, untuk menunjukkan betapa lemahnya manusia dan betapa agungnya Allah, maka manusia tidak layak untuk menyombongkan dirinya di hadapan Allah, jadi sepantasnya manusia tunduk patuh kepada peraturan dan hukum Allah tidak kepada yang lain.
Kedua :
Merupakan kehendak Allah untuk menakuti hamba-hambanya dengan mengingatkan mereka dari kelalaian dan dosa. Di mana dengan bertambahnya fitnah dan kerusakan di muka bumi yang sebenarnya karena tingkah laku manusia, maka hikmah Allah Ta’ala berkehendak untuk menyadarkan mereka, dan bahwa azab dan siksaan-Nya di neraka lebih pedih dan kekal.
Namun di zaman sekarang, di mana manusia sudah menilai kejadian di bumi hanya dengan kaca mata materi tanpa menoleh ke sisi syar’i. Mereka mengatakan ini hanya sekedar phenomena alam biasa, tanpa melihat siapa yang menakdirkannya dan apa tujuannya.
Ketiga:
Bantahan terhadap orang-orang yang bersikap ghuluw (berlebih-lebihan, melampaui batas) dalam menghormati orang-orang shalih sampai menganggap kejadian-kejadian di alam ini karena kematian atau kelahiran seorang yang shalih atau ada campur tangan orang-orang shalih tersebut, maka mereka telah menyekutukan Allah ta’ala dengan orang-orang shalih tersebut dengan dalih menghormati dan memuliakan mereka.
Keempat:
Perhitungan waktu di bumi mengikuti perputaran matahari atau kita sebut kalender Masehi dan perhitungan waktu mengikuti perputaran bulan yang kita kenal dengan kalender Hijriyah. (QS. Yunus: 5)
Kelima:
Gambaran siksa terhadap orang yang berdosa
Keenam:
Hikmah pendidikan. Bahwa proses terjadinya gerhana bisa dibuktikan secara ilmiah. Bukan dogeng orang jahiliyah, seperti bulan dimakan naga dan yang lainnya.
Ketujuh:
Peringatan untuk memperhatikan tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah ta’ala di alam ini. Bahwa seluruh makhluk, yang besar maupun yang kecil, yang bergerak maupun yang diam, di bumi maupun di langit, semuanya tunduk di bawah pengaturan Allah ‘azza wa jalla, maka sudah sepatutnya kita hanya menyembah kepada Allah ta’ala yang satu saja, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
Kedelapan:
Bantahan terhadap orang-orang yang menyekutukan Allah ta’ala dengan matahari dan bulan, padahal kenyataannya kedua makhluk tersebut hanyalah makhluk yang lemah, selalu tunduk kepada Allah ta’ala, tidaklah patut dipersekutukan dengan Allah jalla wa ‘ala Yang Maha Besar lagi Maha Perkasa.
Kesembilan:
Disunnahkan ketika gerhana untuk bersegera memperbanyak doa, dzikir, istighfar, taubat kepada Allah ta’ala dan bersedekah.
Kesepuluh:
Isyarat untuk selalu bersandar kepada Allah ta’ala dalam menghadapi hal-hal yang menakutkan
Kesebelas:
Isyarat bahwa hal-hal yang menakutkan itu muncul karena dosa-dosa para hamba, maka hendaklah kembali kepada Allah ta’ala dengan beribadah dan memohon ampun kepada-Nya agar Allah ta’ala menghilangkan musibah tersebut.
Keduabelas:
Hikmah sholat gerhana adalah dalam rangka menaati dan meneladani Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, dan menundukkan diri kepada Allah ta’ala agar diselamatkan dari berbagai bencana yang Allah peringatkan melalui gerhana.
Ketigabelas:
Disunnahkan bersedekah dengan niat karena Allah ta’ala, dan boleh disertakan niat agar Allah ta’ala menghilangkan musibah.