Ada beberapa hadits yang menerangkan tentang bersalaman diantaranya adalah riwayat Abu Dawud
Diriwayatkan dari al-Barra’ dari Azib r.a. Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah ada dua orang muslim yang saling bertemu kemudian saling bersalaman kecuali dosa-dosa keduanya diampuni oleh Allah sebelum berpisah.”
عن البراء قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم. ما من مسلمين يلتقيان فيتصافحان إلا غفر لهما قبل أن يتفرقا
|
Hadits tersebut menunjuk pada anjuran mushafahah secara umum, yang meliputi baik mushafahah setelah shalat maupun di luar setelah shalat. Lantas bagaimana jika bersalaman tersebut dilakukan setelah shalat?.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad disebutkan:
عن سيدنا يزيد بن اسود رضي الله عنه : أنه صلى الصبح مع النبي صلى الله عليه وسلم ، وقال : ثم ثار الناس يأخذون بيده يمسحون بها وجوههم، فأخذت بيده فمسحت بها وجهي. رواه احمد
|
Artinya : Diriwayatkan dari sahabat Yazid bin Aswad bahwa ia shalat subuh bersama Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu setelah shalat para jamaah berebut untuk menyalami Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu mereka mengusapkan ke wajahnya masing-masing, dan begitu juga saya menyalami tangan Nabi lalu saya usapkan ke wajah saya. (HR. Ahmad).
Dengan berdasar pada hadits-hadits tersebut, para ulama membolehkan adanya bersalaman selepas shalat. Imam an-Nawawi as-Syafi’i (W. 676 H)
termasuk ulama yang berpendapat boleh bersalaman selepas shalat.
Dalam kitabnya Al Adzkar halaman 184 beliau mengatakan :
واعلم أن هذه المصافحة مستحبة عند كل لقاء، وأما ما اعتاده الناس من المصافحة بعد صلاتي الصبح والعصر، فلا أصل له في الشرع على هذا الوجه، ولكن لا بأس به، فإن أصل المصافحة سنة، وكونهم حافظوا عليها في بعض الأحوال، وفرطوا فيها في كثير من الأحوال أو أكثرها، لا يخرج ذلك البعض عن كونه من المصافحة التي ورد الشرع بأصلها
|
Ketahuilah, bersalaman merupakan perbuatan yang disunahkan dalam keadaan apa pun. Ada pun kebiasaan manusia saat ini bersalaman setelah shalat subuh dan ‘ashar, maka yang seperti itu tidak ada dasarnya dalam syariat, tetapi itu tidak mengapa. Karena pada dasarnya bersalaman adalah sunah, dan keadaan mereka menjaga hal itu pada sebagian keadaan dan mereka berlebihan di dalamnya pada banyak keadaan lain atau lebih dari itu, pada dasarnya tidaklah keluar dari bersalaman yang ada dalam syara’ Lihat juga dalam kitabnya yang lain. (Raudhatuth Thalibin, juz 7, halaman 438.).
Bahkan beliau berpendapat bersalaman selepas shalat itu bisa jadi hukumnya sunnah. Yaitu jika orang yang disamping kita memang belum bersama kita di awal shalat. Beliau berkata :
وأما هذه المصافحة المعتادة بعد صلا تي الصبح والعصر فقد ذكر الشيخ اﻹمام أبو محمد بن عبد السلام رحمه الله أنها من البدع المباحة ولا توصف بكراهة ولا استحباب، وهذ الذي قاله حسن والمختار أن يقال : إن صافح من كان معه قبل الصلاة فمباحة كما ذكرنا، وإن صافح من لم يكن معه قبلها فمستحبة، ﻷن المصافحة عند اللقاء سنة باﻹجماع ﻵحاديث الصحيحة في ذلك
|
“Ada pun bersalaman ini, yang dibiasakan setelah dua shalat; subuh dan ‘ashar, maka Asy Syaikh Al Imam Abu Muhammad bin Abdussalam Rahimahullah telah menyebutkan bahwa itu termasuk bid’ah yang boleh yang tidak disifatkan sebagai perbuatan yang dibenci dan tidak pula dianjurkan, dan ini merupakan perkataannya yang bagus. Pandangan yang dipilih bahwa dikatakan; seseorang yang bersalaman (setelah shalat) dengan orang yang bersamanya sejak sebelum shalat maka itu boleh sebagaimana yang telah kami sebutkan, dan jika dia bersalaman dengan orang yang sebelumnya belum bersamanya maka itu sunah, karena bersalaman ketika berjumpa adalah sunah menurut ijma’, sesuai hadits-hadits shahih tentang itu.” (an-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, juz 3 .halaman 325)
Ulil Albab Djalaluddin
Alumni Al falah Ploso Kediri